Friday, 20 September 2013

PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI STREPTOMISIN TERHADAP PERTUMBUHAN ISOLASI MIKROORGANISME TANAH


Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semi sintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya, antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya kuinolon).
            Antibiotika adalah obat yang ampuh dan sangat bermanfaat jika digunakan secara benar. Namun, jika digunakan tidak semestinya antibiotika justru akan mendatangkan berbagai resiko. Antibiotika hanya ampuh dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Penyebab utama timbulnya resistensi antibiotika adalah karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat dosis.
            Salah satu jenis antibiotik adalah streptomisin yang dapat menghambat bakteri gram positif dan negatif serta sebagai inhibitor sintesis protein. Secara fisik, streptomisin berbentuk seperti kristal berwarna putih. Streptomisin dihasilkan oleh Actinomycetes dari genus Streptomyces, yaitu Streptomyces griseus (Prihatini A 2012). Konsentrasi streptomisin yang dilarutkan ke dalam media PDA (Potato Dextrose Agar), pada umunya adalah 1 kapsul streptomisin (250 mg) untuk 1 liter PDA. Pada praktikum pemberian beberapa konsentrasi streptomisin pada media PDA, juga digunakan isolasi mikroorganisme tanah.
            Mikroorganisme tanah merupakan bagian terpenting dari kehidupan di dunia, karena merupakan bagian dari sistem biologi dan kimia, serta kehidupan flora, fauna dan mikroorganisme itu sendiri. Secara fungsional bahan organik dan anorganik yang dilepas tanaman ke dalam lingkungan berguna untuk keberlangsungan hidup mikroorganisme (Setiadi 1989). Pertumbuhan mikroorganisme tanah pada masing-masing konsentrasi streptomisin akan diamati dan dilihat kerja streptomisin yang paling efektif , yakni berada di kisaran konsentrasi 0,025 g; 0,05 g; atau 0,075 g.


click here to download

TEKNIK PENGUMPANAN (TIMUN DAN TERONG) MIKROORGANISME DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA TANAH YANG BERBEDA


Hutan Indonesia berada di daerah beriklim tropis. Hal ini menimbulkan keuntungan juga kerugian terhadap keanekaragaman hayati flora maupun fauna di Indonesia. Keanekaragaman hayati flora dan fauna tersebut, berada di tingkat genetik, spesies maupun ekosistem dan memberikan keuntungan tangible maupun intangible. Namun di sisi lain, iklim tropis menjadi tempat yang ‘nyaman’ bagi pertumbuhan hama dan penyakit hutan.  Suhu dan kelembaban udara yang relatif konstan, intensitas cahaya matahari yang ada sepanjang hari,  serta curah hujan yang tinggi menyebabkan keberadaan hama penyakit di hutan tropis beraneka ragam jika dibandingkan dengan daerah yang memiliki suhu temperate. Hama penyakit turut menyumbang peningkatan gangguan hutan di Indonesia, meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit dari pada gangguan hutan yang disebabkan oleh manusia.
            Perlindungan hutan merupakan suatu upaya menjaga dan melindungi keberadaan hutan dari faktor pengganggu, antara lain : aktivitas manusia yang merugikan (illegal logging, perambahan), kebakaran hutan, bencana alam, dan hama penyakit. Hama dan penyakit termasuk ke dalam faktor pengganggu yang menjadi pusat perhatian bagi para peneliti. Berbagai teknik pengendalian mulai dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan hama dan penyakit di hutan. Teknik pengendalian tersebut terbagi atas pengendalian kimiawi, fisik-mekanik, biologi dan pengendalian hama terpadu (PHT).
            Teknik umpan merupakan salah satu teknik pengendalian hama secara fisik-mekanik dengan memberikan umpan untuk menangkap mikroorganisme.  Pada praktikum teknik pengumpanan ini, jenis umpan yang digunakan adalah timun dan terong. Timun dan terong dianggap telah mewakili kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Media yang digunakan adalah media tanah dari 3 lokasi yang berbeda, yakni tanah persemaian Silvikultur, arboretum DKSHE, dan arboretum Fakultas Kehutanan IPB. Perbedaan media digunakan untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang ada di masing-masing lokasi, setelah diisolasi dan diidentifikasi.

click here to download

PENGENALAN ALAT – ALAT LABORATORIUM PENYAKIT HUTAN


Hutan Indonesia termasuk ke dalam kawasan hutan tropis.  Keunggulan dari hutan tropis ini adalah memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi mulai tingkat genetik, jenis, dan ekosistem. Ciri atau karakteristik dari hutan tropis adalah kesuburan yang bersifat “semu”.  Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : terletak di daerah khatuistiwa, memiliki dua musim (musim hujan dan kemarau), suhu yang relatif stabil, curah hujan tinggi, panjang siang dan malam yang sama, kelembaban udara tinggi, dan lain-lain.  Karakteristik tersebut berimplikasi pada kecepatan tumbuh tanaman di daerah tropis, sehingga keanekargaman jenis flora maupun fauna di daerah ini sangat tinggi.
            Kerusakan hutan yang semakin tinggi dari tahun ke tahun mengakibatkan keanekaragaman hayati atau biodiversitas hutan tropis mengalami penurunan yang sangat besar, bahkan tidak sedikit spesies yang terancam punah.  Laju kerusaan hutan di Indonesia mencapai 1,8 juta ha/ tahun.  Penyebab utama kerusakan hutan adalah aktivitas manusia yang merugikan, misalnya illegal logging, konversi hutan ke non-kehutanan, perambahan, dan lain sebagainya.  Selain faktor manusia, kerisakan hutanjuga bisa diakibatkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit, seperti fungi, bakteri, virus, nematode. Mikroorganisme tersebut dianggap merugikan karena telah menimbulkan dampak kerusakan terhadap pohon maupun tanamn lainnya dan dari segi ekonomi mengakibatkan penurunan nilai hutan.  Meskipun secara alami “kodrat” makhluk tersebut memang memiliki naluri untuk memakan makanannya, yakni berupa tanaman atau vegetasi lainnya, namun hal ini perlu dicegah agar tidak menimbulkan kerusakan yag semakin parah dan tentunya yang akan berujung pada kerugian dari segi ekologi maupun ekonomi.  Salah satu upaya pencegahannya adalah melalui perlindungan hutan.
            Berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 2004, perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.  Dalam upaya perlindungan hutan terhadap hama dan penyakit, dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, anatar lain : memotret status kondisi hutan, mengidentifikasi jenis penyakit, mengidentifikasi faktor penyebabnya, mencari solusi, melakukan evaluasi dan monitoring.  Identifikasi hama dan penyakit serta teknik dalam perlindungan hutan terhadap hama dan penyakit, umumnya dilakukan di dalam laboratorium, sehingga dalam pelaksanaanya diperlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai alat-alat yang dibutuhkan dalam laboratorium tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan praktikum pengenalan alat-alat laboratorium penyakit hutan.



click here to download

PEMANTAUAN KESEHATAN TEGAKAN HUTAN PADA KLASTER ARBORETUM FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


Kerusakan hutan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor alam maupun faktor buatan, yakni aktivitas manusia yang merugikan. Aktivitas manusia yang merugikan menjadi faktor utama dalam kerusakan hutan di Indonesia. Aktivitas-aktivitas tersebut, antara lain : illegal logging, perambahan hutan, konversi hutan ke non hutan, dan sebagainya. Dalam hal ini, diperlukan alternatif solusi untuk mencegah dan melestarikan hutan agar tetap berjalan sesuai dengan fungsinya, salah satunya adalah melalui pemantauan kesehatan hutan.
Di Indonesia, kesadaran tentang pemantauan kesehatan hutan sampai saat ini masih kurang. Ketika hutan tanaman dibangun secara luas, kerusakan hutan mulai dirasakan sebagai salah satu masalah penting, karena diantaranya menyebabkan kegagalan. Kesehatan dan produktifitas tanaman dipengaruhi beberapa hal di antaranya adalah genetik, tempat tumbuh, pemeliharaan dan faktor pengganggu (hama, penyakit, kebakaran, penggembalaan dan lain-lain).
Keberhasilan pembangunan hutan memerlukan usaha perencanaan yang baik untuk melindungi tegakan dari kerusakan. Hutan yang sehat akan menjamin keamanan investasi, sehingga keamanan produksi dan fungsi hutan yang lain dapat terwujud. Dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan silvikultur ada empat kegiatan, yaitu : mengendalikan (controlling), memfasilitasi (facilitating), melindungi (protecting) dan menyelamatkan (salvaging).
Metode Pemantau Kesehatan Hutan atau Forest Health Monitoring (FHM) merupakan salah satu metode penilaian kesehatan tegakan dengan mengelompokkan jenis dan tingkat kerusakan per individu tanaman. Metode ini bertujuan untuk membuat pernyataan tentang status dan kecenderungan kesehatan ekosistem hutan baik dalam tingkat klaster maupun plot. Selain itu juga penting dilakukan sebagai dasar pembuatan program rencana strategis untuk menguraikan taksiran perubahan kondisi kesehatan hutan. Program pemantauan kesehatan hutan memperkirakan status kesehatan saat ini, perubahan dan kecenderungan kondisi dalam hutan, memonitor spesies yang mengindikasikan keadaan hutan dan mengidentifikasi hubungan alamiah antara penyebab manusia, penyebab alami, patogen dan kondisi ekologi.
Pemantauan kesehatan hutan akan menghasilkan status-status kesehatan hutan yang meliputi persen hidup tanaman, tingkat biodiversitas, tingkat kerusakan dan produktifitas tegakan di dalam ekosistem, kondisi tapak tumbuh dan faktor lainya yang berpengaruh. Informasi status-status kesehatan hutan dari beberapa tahun, akan digunakan untuk melihat perubahan yang terjadi pada suatu hutan, sehingga dapat diketahui arah kecenderungan kondisi hutan tersebut. Pada akhirnya, hasil identifikasi dari trend ini digunakan sebagai bahan dalam rangka memperoleh teknik penanganan pengelolaan hutan dan strategi dalam mengantisipasi kerusakan hutan secara efektif dan efisien.


click here to download

GRAND DESAIN SISTEM AGROFORESTRI


Hutan memiliki peran dan fungsi yang besar terhadap keberlanjutan manusia dan organisme lain di dalamnya.  Fungsi hutan tidak hanya dirasakan dari aspek ekonomi, tapi juga aspek ekologi dan sosial.  Hutan dan segala jenis hasilnya telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, bahkan pemanfaatan yang berlebihan telah menimbulkan luasan dan fungsi hutan semakin menurun.  Pemanfaatan berlebihan tersebut, misalnya aktivitas illegal logging, konversi lahan dan hutan menjadi non hutan, dan sebagainya.
             Konversi lahan hutan menjadi lahan non kehutanan atau pertanian, semakin marak ditemukan.  Hal ini banyak menimbulkan masalah terutama dari segi ekologi, seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global.  Salah satu alternatif solusi dari permasalahan tersebut adalah melalui sistem agroforestri, yakni sistem pengelolaan lahan secara optimal dengan tetap mempertimbangkan aspek ekologi juga aspek ekonomi. Agroforestri telah dikembangkan sejak dulu kala di kalangan masyarakat.  Secara sederhana, agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan pertanian dan kajiannya tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
            Di Indonesia agroforestri sering juga ditawarkan sebagai salah satu sistem pertanian yang berkelanjutan. Namun dalam pelaksanaannya tidak jarang mengalami kegagalan, karena pengelolaannya yang kurang tepat, sehingga diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam menganalisis permasalahan yang terjadi, merencanakan dan melaksanakan kegiatan agroforestri, monitoring dan evaluasi kegiatan agroforestri. Namun prakteknya, dengan hanya memiliki ketiga ketrampilan tersebut di atas masih belum cukup karena kompleksnya proses yang terjadi dalam sistem agroforestri. Dalam hal ini diperlukan pemahaman potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh praktek agroforestri (diagnosis). Selanjutnya, untuk menyederhanakan interpretasi proses-proses yang terlibat maka diperlukan alat bantu simulasi model agroforestri dengan mendesain pola-pola agroforestri dalam suatu sistem agroforestri.


click here to download

METODE PERANGKAP MIKROORGANISME MELALUI MEDIA PDA (Potato Dextrose Agar) DI BEBERAPA KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA


Mikroorganisme memiliki kemampuan tumbuh dan berkembang yang berbeda-beda sesuai dengan susunan dan kebutuhan masing-masing jenis. Pada pertumbuhannya, dibutuhkan media pertumbuhan, yakni suatau bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi).  Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam anorganik dan sumber karbon organik seperti gula. Namun hal terpenting adalah media harus mengandung nutrien yang merupakan substansi dengan berat molekul rendah dan mudah larut dalam air. Nutrien ini adalah degradasi dari nutrien dengan molekul yang kompleks. Nutrien dalam medium harus memenuhi kebutuhan dasar makhluk hidup, yang meliputi air, karbon, energi, mineral dan faktor tumbuh.
            Salah satu media yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme adalah media PDA (Potato Dextrose Agar). Potato dextrose agar (PDA) termasuk medium semi alamiah karena tersusun atas bahan alami (kentang) dan bahan sintesis (dextrose dan agar). PDA digunakan untuk menumbuhkan jamur. Fungsi bahan yang digunakan pada medium PDA adalah kentang sebagai sumber karbon (karbohidrat), vitamin dan energy, dextrose sebagai sumber gula dan energy, agar digunakan untuk memadatkan medium PDA, dan aquadest digunakan untuk melarutkan agar, dextrose, serta kentang (Firman 2009). Pada penerapan metode perangkap mikroorganisme, media yang biasa digunakan adalah media PDA.
            Metode perangkap merupakan suatu metode yang digunakan dengan sengaja menyediakan media untuk memperangkap keberadaan mikroorganisme di lingkungan. Metode ini biasa dilakukan untuk mengidentifikasi jenis mikroorganisme yang berada pada lingkungan tertentu. Pada praktikum  metode perangkap mikroorganisme melalui media PDA, dilaksanakan dengan 3 kondisi lingkungan yang berbeda, yaitu di ruang terbuka (di parkir Ruang Sidang Sylva, Fakultas Kehutanan, ipb), di ruang tertutup (Laboratorium penyakit hutan), dan di bawah naungan tegakan pohon (Arboretum Fakultas Kehutanan, IPB). Perbedaan kondisi lingkungan tersebut, tentunya akan menghasilkan perbedaan jenis mikroorganisme yang kemudian akan diidentifikasi berdasarkan pengamatan berkala.


click here to download

BUDIDAYA SUNGKAI (Peronema canescens Jack.)

Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki sabrang, kurus, sungkai, sekai termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Daerah penyebarannya di Indonesia adalah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan seluruh Kalimantan. Peronema canescens adalah jenis yang banyak tersebar di Semenanjung Malaysia. Tempat tumbuh di dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan A sampai C, pada tanah kering atau sedikit basah. Tanaman sungkai memerlukan tanah yang baik, sedangkan di tanah mergel tidak dianjurkan.

click here to download