Friday 20 September 2013

PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI STREPTOMISIN TERHADAP PERTUMBUHAN ISOLASI MIKROORGANISME TANAH


Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semi sintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya, antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya kuinolon).
            Antibiotika adalah obat yang ampuh dan sangat bermanfaat jika digunakan secara benar. Namun, jika digunakan tidak semestinya antibiotika justru akan mendatangkan berbagai resiko. Antibiotika hanya ampuh dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Penyebab utama timbulnya resistensi antibiotika adalah karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat dosis.
            Salah satu jenis antibiotik adalah streptomisin yang dapat menghambat bakteri gram positif dan negatif serta sebagai inhibitor sintesis protein. Secara fisik, streptomisin berbentuk seperti kristal berwarna putih. Streptomisin dihasilkan oleh Actinomycetes dari genus Streptomyces, yaitu Streptomyces griseus (Prihatini A 2012). Konsentrasi streptomisin yang dilarutkan ke dalam media PDA (Potato Dextrose Agar), pada umunya adalah 1 kapsul streptomisin (250 mg) untuk 1 liter PDA. Pada praktikum pemberian beberapa konsentrasi streptomisin pada media PDA, juga digunakan isolasi mikroorganisme tanah.
            Mikroorganisme tanah merupakan bagian terpenting dari kehidupan di dunia, karena merupakan bagian dari sistem biologi dan kimia, serta kehidupan flora, fauna dan mikroorganisme itu sendiri. Secara fungsional bahan organik dan anorganik yang dilepas tanaman ke dalam lingkungan berguna untuk keberlangsungan hidup mikroorganisme (Setiadi 1989). Pertumbuhan mikroorganisme tanah pada masing-masing konsentrasi streptomisin akan diamati dan dilihat kerja streptomisin yang paling efektif , yakni berada di kisaran konsentrasi 0,025 g; 0,05 g; atau 0,075 g.


click here to download

TEKNIK PENGUMPANAN (TIMUN DAN TERONG) MIKROORGANISME DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA TANAH YANG BERBEDA


Hutan Indonesia berada di daerah beriklim tropis. Hal ini menimbulkan keuntungan juga kerugian terhadap keanekaragaman hayati flora maupun fauna di Indonesia. Keanekaragaman hayati flora dan fauna tersebut, berada di tingkat genetik, spesies maupun ekosistem dan memberikan keuntungan tangible maupun intangible. Namun di sisi lain, iklim tropis menjadi tempat yang ‘nyaman’ bagi pertumbuhan hama dan penyakit hutan.  Suhu dan kelembaban udara yang relatif konstan, intensitas cahaya matahari yang ada sepanjang hari,  serta curah hujan yang tinggi menyebabkan keberadaan hama penyakit di hutan tropis beraneka ragam jika dibandingkan dengan daerah yang memiliki suhu temperate. Hama penyakit turut menyumbang peningkatan gangguan hutan di Indonesia, meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit dari pada gangguan hutan yang disebabkan oleh manusia.
            Perlindungan hutan merupakan suatu upaya menjaga dan melindungi keberadaan hutan dari faktor pengganggu, antara lain : aktivitas manusia yang merugikan (illegal logging, perambahan), kebakaran hutan, bencana alam, dan hama penyakit. Hama dan penyakit termasuk ke dalam faktor pengganggu yang menjadi pusat perhatian bagi para peneliti. Berbagai teknik pengendalian mulai dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan hama dan penyakit di hutan. Teknik pengendalian tersebut terbagi atas pengendalian kimiawi, fisik-mekanik, biologi dan pengendalian hama terpadu (PHT).
            Teknik umpan merupakan salah satu teknik pengendalian hama secara fisik-mekanik dengan memberikan umpan untuk menangkap mikroorganisme.  Pada praktikum teknik pengumpanan ini, jenis umpan yang digunakan adalah timun dan terong. Timun dan terong dianggap telah mewakili kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Media yang digunakan adalah media tanah dari 3 lokasi yang berbeda, yakni tanah persemaian Silvikultur, arboretum DKSHE, dan arboretum Fakultas Kehutanan IPB. Perbedaan media digunakan untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang ada di masing-masing lokasi, setelah diisolasi dan diidentifikasi.

click here to download

PENGENALAN ALAT – ALAT LABORATORIUM PENYAKIT HUTAN


Hutan Indonesia termasuk ke dalam kawasan hutan tropis.  Keunggulan dari hutan tropis ini adalah memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi mulai tingkat genetik, jenis, dan ekosistem. Ciri atau karakteristik dari hutan tropis adalah kesuburan yang bersifat “semu”.  Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : terletak di daerah khatuistiwa, memiliki dua musim (musim hujan dan kemarau), suhu yang relatif stabil, curah hujan tinggi, panjang siang dan malam yang sama, kelembaban udara tinggi, dan lain-lain.  Karakteristik tersebut berimplikasi pada kecepatan tumbuh tanaman di daerah tropis, sehingga keanekargaman jenis flora maupun fauna di daerah ini sangat tinggi.
            Kerusakan hutan yang semakin tinggi dari tahun ke tahun mengakibatkan keanekaragaman hayati atau biodiversitas hutan tropis mengalami penurunan yang sangat besar, bahkan tidak sedikit spesies yang terancam punah.  Laju kerusaan hutan di Indonesia mencapai 1,8 juta ha/ tahun.  Penyebab utama kerusakan hutan adalah aktivitas manusia yang merugikan, misalnya illegal logging, konversi hutan ke non-kehutanan, perambahan, dan lain sebagainya.  Selain faktor manusia, kerisakan hutanjuga bisa diakibatkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit, seperti fungi, bakteri, virus, nematode. Mikroorganisme tersebut dianggap merugikan karena telah menimbulkan dampak kerusakan terhadap pohon maupun tanamn lainnya dan dari segi ekonomi mengakibatkan penurunan nilai hutan.  Meskipun secara alami “kodrat” makhluk tersebut memang memiliki naluri untuk memakan makanannya, yakni berupa tanaman atau vegetasi lainnya, namun hal ini perlu dicegah agar tidak menimbulkan kerusakan yag semakin parah dan tentunya yang akan berujung pada kerugian dari segi ekologi maupun ekonomi.  Salah satu upaya pencegahannya adalah melalui perlindungan hutan.
            Berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 2004, perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.  Dalam upaya perlindungan hutan terhadap hama dan penyakit, dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, anatar lain : memotret status kondisi hutan, mengidentifikasi jenis penyakit, mengidentifikasi faktor penyebabnya, mencari solusi, melakukan evaluasi dan monitoring.  Identifikasi hama dan penyakit serta teknik dalam perlindungan hutan terhadap hama dan penyakit, umumnya dilakukan di dalam laboratorium, sehingga dalam pelaksanaanya diperlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai alat-alat yang dibutuhkan dalam laboratorium tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan praktikum pengenalan alat-alat laboratorium penyakit hutan.



click here to download

PEMANTAUAN KESEHATAN TEGAKAN HUTAN PADA KLASTER ARBORETUM FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


Kerusakan hutan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor alam maupun faktor buatan, yakni aktivitas manusia yang merugikan. Aktivitas manusia yang merugikan menjadi faktor utama dalam kerusakan hutan di Indonesia. Aktivitas-aktivitas tersebut, antara lain : illegal logging, perambahan hutan, konversi hutan ke non hutan, dan sebagainya. Dalam hal ini, diperlukan alternatif solusi untuk mencegah dan melestarikan hutan agar tetap berjalan sesuai dengan fungsinya, salah satunya adalah melalui pemantauan kesehatan hutan.
Di Indonesia, kesadaran tentang pemantauan kesehatan hutan sampai saat ini masih kurang. Ketika hutan tanaman dibangun secara luas, kerusakan hutan mulai dirasakan sebagai salah satu masalah penting, karena diantaranya menyebabkan kegagalan. Kesehatan dan produktifitas tanaman dipengaruhi beberapa hal di antaranya adalah genetik, tempat tumbuh, pemeliharaan dan faktor pengganggu (hama, penyakit, kebakaran, penggembalaan dan lain-lain).
Keberhasilan pembangunan hutan memerlukan usaha perencanaan yang baik untuk melindungi tegakan dari kerusakan. Hutan yang sehat akan menjamin keamanan investasi, sehingga keamanan produksi dan fungsi hutan yang lain dapat terwujud. Dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan silvikultur ada empat kegiatan, yaitu : mengendalikan (controlling), memfasilitasi (facilitating), melindungi (protecting) dan menyelamatkan (salvaging).
Metode Pemantau Kesehatan Hutan atau Forest Health Monitoring (FHM) merupakan salah satu metode penilaian kesehatan tegakan dengan mengelompokkan jenis dan tingkat kerusakan per individu tanaman. Metode ini bertujuan untuk membuat pernyataan tentang status dan kecenderungan kesehatan ekosistem hutan baik dalam tingkat klaster maupun plot. Selain itu juga penting dilakukan sebagai dasar pembuatan program rencana strategis untuk menguraikan taksiran perubahan kondisi kesehatan hutan. Program pemantauan kesehatan hutan memperkirakan status kesehatan saat ini, perubahan dan kecenderungan kondisi dalam hutan, memonitor spesies yang mengindikasikan keadaan hutan dan mengidentifikasi hubungan alamiah antara penyebab manusia, penyebab alami, patogen dan kondisi ekologi.
Pemantauan kesehatan hutan akan menghasilkan status-status kesehatan hutan yang meliputi persen hidup tanaman, tingkat biodiversitas, tingkat kerusakan dan produktifitas tegakan di dalam ekosistem, kondisi tapak tumbuh dan faktor lainya yang berpengaruh. Informasi status-status kesehatan hutan dari beberapa tahun, akan digunakan untuk melihat perubahan yang terjadi pada suatu hutan, sehingga dapat diketahui arah kecenderungan kondisi hutan tersebut. Pada akhirnya, hasil identifikasi dari trend ini digunakan sebagai bahan dalam rangka memperoleh teknik penanganan pengelolaan hutan dan strategi dalam mengantisipasi kerusakan hutan secara efektif dan efisien.


click here to download

GRAND DESAIN SISTEM AGROFORESTRI


Hutan memiliki peran dan fungsi yang besar terhadap keberlanjutan manusia dan organisme lain di dalamnya.  Fungsi hutan tidak hanya dirasakan dari aspek ekonomi, tapi juga aspek ekologi dan sosial.  Hutan dan segala jenis hasilnya telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, bahkan pemanfaatan yang berlebihan telah menimbulkan luasan dan fungsi hutan semakin menurun.  Pemanfaatan berlebihan tersebut, misalnya aktivitas illegal logging, konversi lahan dan hutan menjadi non hutan, dan sebagainya.
             Konversi lahan hutan menjadi lahan non kehutanan atau pertanian, semakin marak ditemukan.  Hal ini banyak menimbulkan masalah terutama dari segi ekologi, seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global.  Salah satu alternatif solusi dari permasalahan tersebut adalah melalui sistem agroforestri, yakni sistem pengelolaan lahan secara optimal dengan tetap mempertimbangkan aspek ekologi juga aspek ekonomi. Agroforestri telah dikembangkan sejak dulu kala di kalangan masyarakat.  Secara sederhana, agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan pertanian dan kajiannya tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
            Di Indonesia agroforestri sering juga ditawarkan sebagai salah satu sistem pertanian yang berkelanjutan. Namun dalam pelaksanaannya tidak jarang mengalami kegagalan, karena pengelolaannya yang kurang tepat, sehingga diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam menganalisis permasalahan yang terjadi, merencanakan dan melaksanakan kegiatan agroforestri, monitoring dan evaluasi kegiatan agroforestri. Namun prakteknya, dengan hanya memiliki ketiga ketrampilan tersebut di atas masih belum cukup karena kompleksnya proses yang terjadi dalam sistem agroforestri. Dalam hal ini diperlukan pemahaman potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh praktek agroforestri (diagnosis). Selanjutnya, untuk menyederhanakan interpretasi proses-proses yang terlibat maka diperlukan alat bantu simulasi model agroforestri dengan mendesain pola-pola agroforestri dalam suatu sistem agroforestri.


click here to download

METODE PERANGKAP MIKROORGANISME MELALUI MEDIA PDA (Potato Dextrose Agar) DI BEBERAPA KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA


Mikroorganisme memiliki kemampuan tumbuh dan berkembang yang berbeda-beda sesuai dengan susunan dan kebutuhan masing-masing jenis. Pada pertumbuhannya, dibutuhkan media pertumbuhan, yakni suatau bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi).  Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam anorganik dan sumber karbon organik seperti gula. Namun hal terpenting adalah media harus mengandung nutrien yang merupakan substansi dengan berat molekul rendah dan mudah larut dalam air. Nutrien ini adalah degradasi dari nutrien dengan molekul yang kompleks. Nutrien dalam medium harus memenuhi kebutuhan dasar makhluk hidup, yang meliputi air, karbon, energi, mineral dan faktor tumbuh.
            Salah satu media yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme adalah media PDA (Potato Dextrose Agar). Potato dextrose agar (PDA) termasuk medium semi alamiah karena tersusun atas bahan alami (kentang) dan bahan sintesis (dextrose dan agar). PDA digunakan untuk menumbuhkan jamur. Fungsi bahan yang digunakan pada medium PDA adalah kentang sebagai sumber karbon (karbohidrat), vitamin dan energy, dextrose sebagai sumber gula dan energy, agar digunakan untuk memadatkan medium PDA, dan aquadest digunakan untuk melarutkan agar, dextrose, serta kentang (Firman 2009). Pada penerapan metode perangkap mikroorganisme, media yang biasa digunakan adalah media PDA.
            Metode perangkap merupakan suatu metode yang digunakan dengan sengaja menyediakan media untuk memperangkap keberadaan mikroorganisme di lingkungan. Metode ini biasa dilakukan untuk mengidentifikasi jenis mikroorganisme yang berada pada lingkungan tertentu. Pada praktikum  metode perangkap mikroorganisme melalui media PDA, dilaksanakan dengan 3 kondisi lingkungan yang berbeda, yaitu di ruang terbuka (di parkir Ruang Sidang Sylva, Fakultas Kehutanan, ipb), di ruang tertutup (Laboratorium penyakit hutan), dan di bawah naungan tegakan pohon (Arboretum Fakultas Kehutanan, IPB). Perbedaan kondisi lingkungan tersebut, tentunya akan menghasilkan perbedaan jenis mikroorganisme yang kemudian akan diidentifikasi berdasarkan pengamatan berkala.


click here to download

BUDIDAYA SUNGKAI (Peronema canescens Jack.)

Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki sabrang, kurus, sungkai, sekai termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Daerah penyebarannya di Indonesia adalah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan seluruh Kalimantan. Peronema canescens adalah jenis yang banyak tersebar di Semenanjung Malaysia. Tempat tumbuh di dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan A sampai C, pada tanah kering atau sedikit basah. Tanaman sungkai memerlukan tanah yang baik, sedangkan di tanah mergel tidak dianjurkan.

click here to download 

BAHAN ORGANIK TANAH PADA SISTEM AGROFORESTRY (Studi Kasus : Kualitas Serasah Dari Beberapa Pohon Leguminosae, Tomohon Utara, Manado)


Indonesia dikenal sebagai negara dengan biodiversitas tinggi yang terdiri atas berbagai jenis flora dan fauna. Selain itu, wilayah Indonesia terletak di dekat garis khatulistiwa. Kondisi ini berdampak pada banyak hal terutama yang sering menjadi sorotan adalah Indonesia beriklim tropis. Karakteristik dari hutan tropis, salah satunya adalah evergreen atau hutan selalu hijau. Namun, kondisi hutan tropis ini sangat fragile atau rentan terhadap gangguan. Gangguan tersebut tidak hanya berasal dari alam, tapi juga dari aktivitas manusia yang merugikan. Aktivitas manusia yang merugikan, misalnya : illegal logging, konversi hutan ke non hutan, perambahan, dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan angka degradasi hutan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
            Di sisi lain, bidang kehutanan sering dihadapkan pada persoalan pangan, sehingga sering terjadi tumpang tindih kepentingan kehutanan dengan pertanian atau pangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu alternatif solusi tentang penyelarasan kepentinga kehutanan dengan pertanian, yakni melalui pelaksanaan sistem agroforestry.
            Agroforestry dapat  berhasil bila aspek sosial, ekonomi, dan ekologi terintegrasi di dalamnya. Agroforestry dalam pelaksanaan di lapang seharusnya berpedoman pada karakteristik hutan tropis sehingga keberadaannya dapat terjaga. Permasalahan pengolahan tanah saat ini adalah bagaimana mempertahankan kesuburan tanah Indonesia yang umumnya telah tua atau dengan kata lain “meremajakannya”.  Cara yang paling mudah adalah melalui penambahan bahan organik. Bahan organik yang telah terdekomposisi mampu memberikan hara tambahan bagi tanah. Dekomposisi bahan organik erat kaitannya dengan mikroorganisme dan fauna tanah sehingga kondisi lingkungan abiotik menjadi faktor pendukung. Dalam agroforestry, hal tersebut sangat mungkin untuk diupayakan sehingga kualitas tanah dapat ditingkatkan. Tentu saja, aspek


click here to download

PRODUKTIVITAS DAN PERLINDUNGAN TANAH DALAM AGROFORESTRI (STUDI KASUS KONSERVASI TANAH UNTUK AREAL PERTANIAN BERBASIS KOPI DI SUMBERJAYA, LAMPUNG BARAT)


Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis.  Jenis iklim akan berpengaruh pada kondisi fisik wilayah tersebut.  Kondisi fisik yang paling sering disorot saat ini adalah tanah.  Tanah topis memiliki berbagai karakteristik diantaranya jenisnya beranekaragam, laju dekomposisi bahan organik tinggi, kesuburannya rendah, rentan erosi, dan lain-lain.  Isu mengenai penurunan kesuburan tanah telah nyata terlihat bahkan erosi tanah semakin tidak terkendali.  Hal ini dikarenakan konversi lahan dan pembukaan hutan secara berlebihan.  Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain  Hutan yang telah terbuka rentan terhadap erosi.  Erosi akan membawa bahan organik mengikuti aliran air hujan.  Itu sangat membahayakan eksistensi sumber daya alam yang tergantung pada kualitas tanah.  Permasalahan lain yang dihadapi adalah banyaknya lahan yang masih terlantar akibat kurangnya pengetahuan untuk mengoptimalkan pemanfaatannya.
Agroforestri merupakan bentuk pemanfaatan lahan yang sangat potensial untuk mengoptimalkan produktivitas tanah dengan disertai  upaya konservasi tanah itu sendiri.  Agroforestri sangat cocok dilakukan di tanah tropic yang memiliki kecenderungan secara umum bersifat miskin hara dan minim produktivitas.  Dalam sistem agroforestri terdapat interaksi ekologis dan ekonomis antara komponen-komponen yang berbeda. Agroforestri ditujukan untuk memaksimalkan penggunaan energi matahari, meminimalkan hilangnya unsur hara di dalam sistem, mengoptimalkan efesiensi penggunaan air dan meminimalkan runoff serta erosi. Dengan demikian mempertahankan manfaat-manfaatyang dapat diberikan oleh tumbuhan berkayu tahunan (perennial) setara dengan tanaman pertanian konvensional dan juga memaksimalkan keuntungan keseluruhan yang dihasilkan dari lahan sekaligus mengkonservasi.

click here to download

INTERAKSI TANAMAN DALAM AGROFORESTRI (Studi kasus : Pertumbuhan Tanaman Pokok Cendana (Santalum album Linn.) Pada Sistem Agroforestri Di Desa Sanirin, Kecamatan Balibo, Kabupaten Bobonaro - Timor Leste)


Luasan lahan pertanian di Indonesia yang semakin kecil dan sempit menjadi salah satu alasan semakin berkurangnya produk pertanian yang dihasilkan, bahkan sampai kepada permasalahan penyerobotan lahan hutan terutama oleh masyarakat sekitar hutan untuk menambah luasan areal pertanian mereka. Sehingga hal ini menimbulkan banyak konflik lahan antara masyarakat sekitar hutan dengan pihak pemegang izin pengelolaan hutan, seperti HPH ataupun Perhutani. Tidak ada atau kurangnya komunikasi dan kerjasama antara pemegang izin dengan masyarakat sekitar hutan, semakin memperuncing permasalahan yang ada.
Pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM), menjadi satu solusi kongkrit untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung dan partisipatif, tidak hanya akan membantu permasalahan perekonomian masyarakat sekitar hutan, tapi juga membantu pemegang izin dalam kelancaran pengelolaan hutannya. Dengan penerapa PHBM, konflik dengan masyarakat sekitar hutan terkait lahan dapat diminimalisir, juga dapat meningkatkan rasa memiliki dari masyarakat terhadap lahan hutan yang ada.
Penerapan agroforestri dalam PHBM dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada tersebut. Selain mengatasi permasalahan konflik lahan, juga dapat mengatasi permasalahan semakin sempitnya lahan pertanian. Dengan menanam tanaman pertanian di dalam atau di bawah tegakan hutan dapat meningkatkan produk pertanian yang dihasilkan dan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Namun, dalam penerapan sistem agroforestri perlu diketahui adanya interaksi yang terjadi antar komponen penyusun. Interaksi yang terjadi dapat merugikan bagi salah satu komponen penyusun, atau mungkin dapat menguntungkan bagi komponen yang ada. Hal ini perlu diketahui untuk meningkatkan keberhasilan dari penerapan agoforestri.


click here to download

THE TECHNIC OF SILVOFISHERY AS THE APPLICATION OF SUSTAINABLE MANGROVE MANAGEMENT ( Case Study in Mahakam Delta, East Kalimantan )


ABSTRACT
ADISTI PERMATASARI – The Technic of Silvofishery as The Application of Sustainable Mangrove Management (Case Study in Mahakam Delta, East Kalimantan)
Mangrove forest is prime ecosystems which have function to support life including fishery and marine areas. It has multiple functions not only for socio – economic aspects but also ecological aspects. The socio–economic benefits are timber products that include wood, charcoal, construction materials, pulp, etc and non–timber products that consist of ecotourism, environmental services, and the other forest products. The ecological functions of mangrove forest are carbon sink, protection from abrasion, as a control for seawater intrusion and also it could give effect to the microclimate balance. The areas of mangrove forest in Indonesia are about 27 % of mangrove areas in the world or for about 7.7 million hectares. During five years, mangrove forest condition which has a good condition approximately about 2.4 million ha. As a case study, this condition also happened in mangrove forest in Delta Mahakam, East Kalimanatan.
Mahakam Delta is a configuration of 46 small islands forming like a unique fanshapedlobate which stretches out into the coastal area of the Makassar Strait of East Kalimantan. Geologically the Mahakam Delta was formed through long term deposition of suspended solids from the 770 km long Mahakam River. Besides its high in biodiversity and abundant in oil and gas resources, the vegetation in Mahakam Delta is predominantly mangrove forests that consists of pedada zone, Rizophora zone, Transition zone, Nipa zone and Nibung zone. Prior to 1980, mangrove vegetation in Mahakam Delta was pristine and about 60% of the area was covered by Nipa. Considerable changes in the extent of mangrove ecosystem occurred between 1990-2002, with peak degradation between 1996-2000. Until 2001, about 63% mangrove areas were deforested mainly due to conversion forshrimp ponds. As a result, the mangrove forest is loss more than half from the previous area. It is not only caused the environmental impacts and affected aquatic productivity (ecological aspects), but also social and economic condition and the livelihoods of communities who live in Mahakam Delta. Moreover, as the highest demand of economic sector from Mangrove Forest make ecological function be ignored and it is become worst when the policy implementation is weak. Therefore, the mangrove forest degradation is increase in Mahakam Delta.
.           Due this condition, we need applicative strategies to manage and maintain Mangrove Forest become sustainable. As alternative solution, there is Silvofishery technic which combines the forestry sector with fishery sector. Silvofishery is a technic of fisheries and marine (i.e. fish and shrimp pond) which is combined with mangrove vegetation. The efforts of mangrove forest conservation and utilization are used to save the condition of mangrove forest from degradation. In the other side, aquaculture could support economic aspect for the society. There are four kinds of Silvofishery model in Indonesia such as the traditional of empang parit’s model, komplangan model, the open of empang parit and Kao-kao model.In the light of this, Mahakam Delta has successful to implement Silvofishery technic, the yield from fishery cultivation is increase which average yield  about 3000-5000 kg/hectare.
Keywords :  Mahakam Delta, Silvofishery, Sustainability

click here to download

PEMBUATAN TEH BELTEA BERBAHAN DASAR DAUN KEJI BELING (Clerodendron calamitosum L.) SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN DIABETES MELITUS


ABSTRAK
Pengobatan penyakit yang dilakukan dengan bahan kimia membuat efek samping terhadap manusia dalam waktu konsumsi yang panjang. Untuk itu diperlukan alternatif pengobatan yang back to nature, seperti penggunaan tanaman obat. Tanaman obat banyak digunakan masyarakat menengah kebawah dalam upaya preventif, promotif dan rehabilitatif. Banyak orang beranggapan bahwa penggunaan obat tradisional relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis. Salah satu dari tanaman obat yang memiliki manfaat besar adalah tanaman keji beling sebagai alternatif pengobatan diabetes melitus.
Diabetes melitus ialah suatu keadaan yang timbul karena defisiensi hormon insulin relatif maupun absolut. Insulin berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi glikogen. Hiperglikemia dapat timbul apabila penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya terganggu. Pada penderita diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sumber energi utama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Kadar glukosa dalam darah yang melebihi kadar normal akan menyebabkan sekresi glukosa melalui urin (glukosuria). Hal ini meyebabkan keseimbangan kalori negatif dan berat badan semakin berkurang.
Keji Beling (Clerodendron calamitosum L.) adalah tumbuhan dari bangsa Solanales. Tanaman keji beling mengandung beberapa zat gizi yang berkhasiat dalam mengobati beberapa penyakit, seperti batu ginjal, diabetes melitus, maag dan sebagai laksatif (mengatasi sembelit). Berdasarkan hasil penelitian daun keji beling mengandung kalium dalam jumlah besar. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus yang mengkonsumsi daun keji beling akan mendapat asupan kalium sehingga merangsang terjadinya peningkatan jumlah insulin yang disekresikan oleh pankreas.
Manfaat dari tanaman keji beling dapat diwujudkan  dalam bentuk produksi teh keji beling (Beltea) yang melalui tahapan produksi tertentu dan dapat dipasarkan di masyarakat dengan mudah.
Kata Kunci : Diabetes Melitus, Daun Keji Beling, Teh

click here to download

Si Bocil ( Boneka Cinta Lingkungan ) Sebagai Media Edukasi Lingkungan dalam Rangka Membangun Generasi Rimbawan Sejak Dini


Lingkungan dan alam sudah selayaknya berjalan selaras dengan kehidupan kita sebagai manusia. Jika lingkungan alam kita tidak sepatutnya dijaga keberadaannya, maka ini akan menjadikan dampak yang buruk juga untuk kelangsungan hidup manusia. Selama ini, kepedulian terhadap lingkungan seringkali hanya berupa slogan-slogan saja, tanpa ada tindakan yang nyata secara langsung.
Zaman sekarang, tingkat kepedulian akan lingkungan sudah mulai pudar baik di desa ataupun daerah urban. Generasi muda, yang notabene menjadi agen perubahan  masih banyak yang jarang peduli dengan perlindungan terhadap lingkungan atau pun dengan kehutanan. Masyarakat lebih nyaman dengan profesi “pemakai” atau sering disebut dengan sifat  konsumtif dari pada untuk memperbaharui bahkan menciptakan sesuatu yang ada dalam lingkungan sekitar. Seperti yang telah diketahui, keadaan lingkungan rusak akibat ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan, sebagai contoh yaitu terjadinya agenda banjir tahunan ketika musim hujanpun tiba. Adapun penyebab dari banjir tahunan ini, yaitu buruknya drainase akibat terjadi penumpukan sampah di daerah aliran sungai dan kebiasaan buruk masyarakat dalam pengelolaan sampah.
 Saat ini, Indonesia menempati urutan ke-2 setelah Brazil dalam hal degradasi dan kerusakan hutan.   Antara tahun 1990 sampai tahun 2005, negara Indonesia telah kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, dan  di dalamnya sekitar  21,7 persen hutan perawan. Kini, hutan-hutan Indonesia adalah beberapa hutan yang paling terancam di muka bumi. Pemerintah Indonesia pun mulai berbenah diri terhadap kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia. Salah satu upaya untuk mengatasi kerusakan tersebut , yaitu adanya Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 yang mengatur tentang lingkungan hidup dan peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 mengenai perlindungan hutan. Akan tetapi undang-undang dan peraturan pemerintah tidaklah cukup untuk membangun  pentingnya pelestarian lingkungan di masyarakat tanpa disertai dengan aksi  untuk menjaga lingkungan tersebut.
Sebagai salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan mengenai kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, kelompok program kreatif mahasiswa bidang pengabdian masyarakat ingin mengadakan penyuluhan dan pelatihan terhadap masyarakat terutama anak-anak sekolah dasar dalam membangun kepedulian terhadap lingkungan. Seperti yang telah diketahui, anak-anak sekolah dasar merupakan salah satu generasi penerus yang memikul beban dan kewajiban untuk kemajuan bangsa nantinya.
Metode-metode yang digunakan dalam penyuluhan kali ini adalah “belajar sambil bermain” melalui media “ Si Bocil “ ( Boneka Cinta Lingkungan). Boneka ini merupakan metode untuk media edukasi tentang penyadaran lingkungan kepada para anak-anak. Dengan metode ini, para siswa dapat dengan mudah berimajinasi mengenai cara menjaga  lingkungan dan hutan, sehingga dengan mudah dimengerti dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.    
  click here to download

Monday 25 March 2013

SOUVENIR LILIN AROMATERAPI BERBAHAN DASAR EKSRTRAK DAUN RASAMALA (Altingia excelsa)


Hutan memiliki manfaat yang sangat penting terhadap kehidupan manusia. Hal ini disebabkan sebagian besar  kebutuhan manusia berasal dari hasil hutan, baik kayu maupun non kayu.  Saat ini, pemanfaatan hasil hutan kayu sangat mendominasi perhatian masyarakat, karena mampu meningkatkan perekonomian. Sementara itu, terdapat  hasil hutan lainnya, yaitu non kayu yang juga memiliki potensi tinggi untuk kesejahteraan manusia.  Salah satu tanaman kehutanan yang memiliki dwi fungsi, dimanfaatkan kayu maupun non kayunya adalah Rasamala (Altingia excelsa).
Rasamala (Altingia excelsa Noronha) adalah pohon hutan yang dapat tumbuh sangat tinggi, mencapai 40 hingga 60 meter. Pohon ini bernilai ekonomi karena kayunya yang kuat dan cocok untuk kerangka jembatan, tiang, konstruksi, tiang listrik dan telpon, serta penyangga rel kereta api. Selain itu, dimanfaatkan untuk konstruksi berat, rangka kendaraan, perahu dan kapal, lantai, rakit, vinir, dan plywood.  Di Jawa Barat, daun yang masih muda berwarna merah sering untuk dikonsumsi sebagai sayur atau lalap.  Daun yang ditumbuk halus biasa juga digunakan sebagai obat batuk.  Getahnya berbau aromatik dapat digunakan sebagai pengharum ruangan. Kesibukan dan rutinitas sering membuat kesehatan dan konsentrasi menurun.  Adanya aromaterapi ini mampu meningkatkan kerja otak dan memberikan  ketenangan  tubuh yang lelah selama beraktivitas.
Aromaterapi ekstrak daun rasamala ini akan dikemas dalam bentuk lilin dengan penampilan yang variatif, unik dan artistik sehingga dapat dijadikan souvenir yang cantik.  Kelebihan lain dari pengemasan aromaterapi ini adalah nilai praktisnya, yaitu lilin dapat dinyalakan saat menjelang tidur ataupun saat bekerja sehingga tidak perlu ke dokter ataupun ke tempat-tempat pengobatan dalam melakukan terapi.  Karena kelebihan dan keunggulan dari aromaterapi ekstrak daun rasamala ini, maka akan dilakukan usaha mengenai Souvenir Lilin Aromaterapi Berbahan Dasar Ekstrak Daun Rasamala ( Altingia excelsa ). 
wanna see more? click download here.